statistik Statistik Perkara

Grafik Perkara 3 Bulan Terakhir

Aplikasi Eksternal

Statistik Web

491677
Users Today : 395
This Month : 6394
Total Users : 491577
Your IP Address : 44.220.251.236

Jam Layanan

Sosial Media

Masyarakat yang mempunyai permasalahan atau sengketa mengenai sesuatu yang berkaitan dengan wewenang Pengadilan Agama, dapat mengajukan gugatan atau permohonan ke Pengadilan Agama Tanjungbalai

I. Perkara Pernikahan Mengenai Perceraian

Ada dua jenis perkara perceraian :
A. Cerai Talak, yaitu : permohonan perceraian yang diajukan oleh Suami yang disebut sebagai Pemohon dan isteri disebut sebagai Termohon.
B. Cerai Gugat, yaitu : gugatan perceraian yang diajukan oleh Isteri yang disebut Penggugat dan suami disebut sebagai Tergugat.

A. Cerai Talak.
Langkah-langkah yang harus dilakukan pemohon (Suami) atau Kuasanya :

1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo  Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
c. Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.
2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya  meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
c. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009) jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974;
d. Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)
4. Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri danharta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
5. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R. Bg jo. Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009). Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 273 R.Bg)

* Kemudian pemohon dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

B. Cerai Gugat.
Langkah-langkah yang harus dilakukan penggugat (Istri) atau Kuasanya :

1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R Bg. jo  Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
b. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R. Bg jo Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan pasal UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
c. Surat Permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah membuat surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus ada perubahan Termohon.
2. Permohonan tersebut diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah :
a. Yang daerah hukumnya meliputi kediaman Termohon (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
b. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya  meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
c. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman diluar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 73 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
d. Bila Termohon dan Pemohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009)
3. Permohonan tersebut memuat :
a. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
b. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
c. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)

selanjutnya

* Kemudian penggugat dibolehkan pulang dan menunggu panggilan untuk proses persidangan *

II. Perkara Pernikahan Selain Perceraian

Cara mengajukan perkara gugatan atau permohonan mengenai pernikahan selain perceraian, misalnya gugatan sengketa harta bersama, gugatan pemeliharaan anak, permohonan pengesahan pernikahan dan lain sebagainya, pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.

III. Perkara Selain Pernikahan

Demikian juga cara mengajukan perkara gugatan selain pernikahan, misalnya : gugatan sengketa mengenai :

1. Waris;
2. Wasiat;
2. Hibah;
3. Wakaf;
4. Zakat;
5. Infaq;
6. Shadaqah; dan
7. Ekonomi Syari’ah.

Pada prinsipnya sama dengan cara mengajukan gugatan cerai. Akan tetapi apabila sengketa berkaitan dengan harta tidak bergerak (mis.tanah), maka gugatan diajukan di pengadilan yang wilayahnya meliputi wilayah tanah sengketa.

Wilayah Hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai meliputi 6 (enam) kecamatan, sebagai berikut :

1. Datuk Bandar
2. Datuk Bandar Timur
3. Tanjungbalai Selatan

4. Tanjungbalai Utara

5. Sei Tualang Raso

6. Teluk Nibung

Peta Wilayah Hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai

 

 

Visi Pengadilan Agama Tanjungbalai:

“Terwujudnya Peradilan Agama Tanjungbalai yang Agung”

Misi Pengadilan Agama Tanjungbalai:

  • Men­jaga kemandirian badan peradilan
  • Mem­beri Pelayanan Hukum yang berkead­i­lan kepada pen­cari keadilan
  • Meningkatkan Kual­i­tas kepemimipinan badan peradilan
  • Meningkatkan kred­i­bil­i­tas dan transparansi badan peradilan

A. Latar Belakang
Peradilan agama adalah kekuasan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqah di antara orang-orang Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. Pengadilan Agama sebagai salah satu dari empat pilar lembaga peradilan yang ada di Indonesia telah memiliki kewenangan baru sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, mempunyai wewenang baru sebagai bagian dari yurisdiksi absolutnya, yaitu kewenangan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan sengketa dibidang ekonomi syari’ah.
Penyelenggaraan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama pada Tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi Agama pada Tingkat Banding. Sedangkan pada tingkat kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung. Sebagai pengadilan negara tertinggi.
Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasan kehakiman dan yang terakhir telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, merupakan lembaga peradilan khusus yang ditunjukan kepada umat Islam dengan lingkup kewenangan yang khusus pula,baik perkaranya ataupun para pencari keadilannya (justiciabel).

B. Sejarah Pengadilan Agama Tanjungbalai

Pada awalnya Pengadilan Agama Tanjungbalai adalah salah satu Pengadilan Agama yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Menteri Nomor 45 Tahun 1957 dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PERMENAG) Nomor 58 Tahun  1958. Pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 tersebut menyatakan ;”Ditempat-tempat yang ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri.Dengan berdasarkan aturan tersebut maka terbentuklah Pengadilan Agama Tanjungbalai sebagai urutan yang kesembilan (IX) dalam jajaran Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah Propinsi.Sebenarnya meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 belum lahir Pengadilan Agama telah ada di Tanjungbalai, akan tetapi masih sebagai suatu lembaga keagamaan yang dilahirkan oleh para alim ulama untuk masyarakat Tanjungbalai – Asahan.

Lembaga ini pada mulanya disebut dengan ”Kerapatan Qadhi”, yang lahir dalam tahun 1930 (sebelum Indonesia merdeka) atas Prakarsa Sultan Kerajaan Asahan di Tanjungbalai sehubungan terjadinya masalah-masalah keagamaan dalam masyarakat umat muslim, atas hal itu Sultan mengangkat dan mendudukkan Tuanku Said Abdul Hamid (alm) sebagai ”Mufti”  yang diamanahi tugas untuk membentuk lembaga ”Kerapatan Qadhi”  guna mendampingi dan tempat Sultan untuk bertanya tentang hukum Islam. Pada waktu itu yang diangkat oleh Sultan atas usul ”Mufti” (alm.Said Abdul Hamid) adalah antara lain ; H.Yahya dan H.Ahmad Kosim, masing-masing sebagai Qodhi.Apabila ada suatu permasalahan yang menyangkut hukum atau persengketaan dalam bidang agama Islam maka mufti menunjuk beberapa orang Qodhi untuk bersidang menyelesaikannya, persidangan tersebut dinamakan dengan ”Kerapatan Qodhi Kecil”  dan kalau para pihak yang bersengketa tidak merasa puas dengan keputusan Qodhi-Qodhi tersebut maka persoalannya disidangkan ditingkat kerajaan dan untuk itu Sultan akan menunjuk beberapa orang Qodhi  yang akan menyidangkan kembali, persidangan ini disebut dengan ”Kerapatan Qodhi Besar”   Qodhi-qodhi yang diangkat dan ditunjuk oleh Sultan tersebut dinamakan dengan ”Advieser”.

Pada waktu itu Pengadilan Agama belum mempunyai aturan sebagaimana layaknya suatu lembaga Peradilan, Undang-undang yang mengaturnya belum ada, hukum formil dan materilnya masih sepenuhnya merujuk kepada kitab-kitab fiqih yang ada, dan intervensi kerajaan masih sangat mempengaruhi putusan Qodhi pada sata itu.Tahun 1974 dan 1948 terjadi Agresi Belanda, tokoh-tokoh agama dan para ulama bergrilya melawan penjajah sehingga pada saat ini kegiatan Peradilan Agama tidak berfungsi lagi. Setelah keadaan kembali tenang dan aman, pemuka agama dan para ulama kembali ke Tanjung Balai, dimana kemerdekaan Repuplik Indonesia telah diproklamirkan, kekuasaan raja-raja mulai lumpuh, maka Qodhi-qodhi yang sudah sedemikian adanya dibijaksanai oleh Sultan menjadi mengambang dan kegiatan Pengadilan Agama atau Qodhi-qodhi menjadi fakum dan kondisi ini berjalan beberapa waktu lamanya.Oleh karena masalah keagamaan dan umat selalu ada dan membutuhkan penyelesaian yang baik, lahirlah gagasan untuk mewujudkan suatu lembaga yang akan melayani masyarakat umat muslim dan terbentuklah Kantor Agama yang melayani umat Islam tentang hukum, pendidikan, dakwah, pendidikan, dakwah, dan sosial yang berkedudukan di Ibukota Kewedanan yaitu Tanjungbalai.

Dalam pembidangan pelayanan kepada masyarakat umat Islam Kantor Agama tersebut membagi pembidangan tugas kepada empat bidang, salah satunya adalah urusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah, untuk itu padatahun 1950 atas perintah dari jawatan  Agama Propinsi di Medaan, maka di Tanjungbalai dibentuk Majelis Mahkamah Syari’ah dimana pimpinan atau Ketuanya adalah H.M.Thahir Abdullah dengan Anggota-anggota dari tokoh-tokoh Organisai Islam atau Ulama-ulama, yaitu 1.Aspan Arsyd, 2.H.Yahya, 3. H.Abd.Majid Falahiyah, dan 4. H.Usman Manggus, yang menjabat sebagai Panitera adalah Muslim Muallim Musa, sedangkan perkara-perkara yang ditangani Mahkamah Syari’ah ketika itu adalah mengenai kasus-kasus nikah, talak, cerai, rujuk, pusaka, wakaf, dan hibah.

Pada waktu itu Tanjungbalai adalah Ibukota Kabupaten Asahan sehingga  wilayah hukumnya selain Kota Tanjungbalai mencakup sebahagian besar Kabupaten Asahan yaitu terdiri dari tiga kewedanan dan setiap kewedanan mewilayahi dan membawahi tiga kecamatan. Ketiga kewedanan tersebut adalah: 1. Kewedanan Tanjungbalai dengan kecamatannya, Kecamatan Tanjungbalai, Kecamatan Air Joman, Kecamatan Sei.Kepayang, 2. Kewedanan Kisaran dengan kecamatannya, Kecamatan Kisaran, Kecamatan Air Batu, Kecamatan Pulau Mandi. 3. Kewedanan Bandar Pulau dengan Kecamatannya, Kecamatan Pulau Raja, Kecamatan Bandar Pulau, Kecamatan Bandar Pasir Mandoge.

Setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun  1957 maka wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai disamakan dengan wilayah hukum Pengadilan Negeri sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1975 tersebut.Berdasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1975 tersebut maka wilayah hukum Pengadilan Agama bertambah satu kewedanan lagi yaitu kewedanan Batu Bara yang terdiri dari tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Talawi, sebab Pengadilan Negeri Tanjungbalai mewilayahi Kecamatan-Kecamatan tersebut.

Demikianlah dari waktu kewaktu Pengadilan Agama Tanjungbalai sebagai Instansi yang melaksanakan tugas yudikatif, memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat khususnya umat muslim. Pada tahun 1968 Ibu Kota Tanjung Balai Kabupaten Asahan dipindahkan dari Tanjungbalai ke Kisaran, dan Tanjungbalai mulai berbenah diri untuk menjadi Kota Tanjung Balai Madya ketika itu.Pada tahun 1979 dibangunlah Kantor/Balai sidang Pengadilan Agama Tanjungbalai di Kisaran, setelah selesai pembangunannya lalu diresmikan pemakaiannya yaitu tepat 27 Juni 1979. Pembangunan ini dilakukan sehubungan adanya proyek dari Departemen Agama, karena sulitnya untuk mendapatkan lahan/lokasi di Tanjungbalai, dengan pendekatan Pimpinan kepada Bupati KDH tingkat II Kabupaten Asahan lalu diberikanlah pertapakan untuk tempat pembangunan Kantor/Balai sidang Pengadilan Agama Tanjungbalai di Jalan Flamboyan Kisaran, sebelumnya di Tanjungbalai, Pengadilan Agama masih menompang/menyewa untuk kegiatan tugas sehari-hari.Selanjutnya, pada tahun 1987 dibentuk pulalah Pengadilan Agama Kisaran sehubungan pada tahun 1983 telah Pengadilan Negeri Kisaran, maka sesuai dengan ketentuan pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1957 mengharuskan pula adanya Pengadilan Agama Kisaran dengan pemisahan dari Pengadilan Agama Tanjungbalai. Keadaan ini membawa pengaruh pula kepada wilayah yursidiksi, yaitu pembagian wilayah hukum dengan mengeluarkan wilayah hukum Pengadilan Agama Kisaran dari wilayah hukum dengan Pengadilan Agama Tanjungbalai mengikuti pemisahan wilayah hukum seperti yang dialami Pengadilan Negeri Kisaran dengan Pengadilan Negeri Tanjungbalai.

Dengan demikian akhirnya wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai meliputi seluruh wilayah Pemerintahan Kota Tanjungbalai ditambah tujuh dari wilayah Kabupaten Asahan, yaitu :

  1. Kecamatan Tanjungbalai;
  2. Kecamatan Sei.Kepayang;
  3. Kecamatan Air Joman;
  4. Kecamatan Simpang Empat;
  5. Kecamatan Pulau Rakyat;
  6. Kecamatan Bandar Pulau;

Dengan demikian wilayah hukum Pengadilan Agama Tanjungbalai mengalami pengurangan karena sebagahagian untuk wilayah hukum Pengadilan Agama Kisaran sebagai Pengadilan Agama baru.Setelah terbentuknya Pengadilan Agama Kisaran berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1987 tanggal 27 Januari 1987, lalu karena Kantor Pengadilan Agama Kisaran belum ada dan Kantor Pengadilan AgamaTanjungbalai berada pada wilayah Pengadilan Agama Kisaran maka untuk kegiatan administrasi perkantoran kedua Pengadilan Agama ini menjadi satu kantor ; Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai berada pada wilayah hukum Pengadilan Agama Kisaran dan kegiatan sehari-hari melayani para pihak Pengadilan Agama Kisaran menompang pada Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai.Keadaan yang demikian berjalan dari tahun 1987 sampai dengan tahun 1989 karena pada tahun 1989 baru dimulai pembangunan Kantor Pengadilan Agama Kisaran di Simpang Empat yaitu kira-kira 13 Km. Dari Kota Kisaran dan 10 Ketua Majelis dari Tanjungbalai.

Kisaran dengan Pengadilan Agama Tanjungbalai, yaitu Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai yang telah terbangun di Kisaran diserahkan menjadi milik kantor Pengadilan Agama Kisaran sedangkan Kantor Pengadilan Agama Kisaran yang baru  dibangun diserahkan menjadi milik Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai.

Setelah berkantor di Simpang Empat beberapa waktu lamanya lalu oleh karena pada pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa ”Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya atau di Ibu Kota Kabupaten, dimana jarak antara Kota Tanjungbalai dengan Kantor Pengadilan Agama Tanjungbalai tersebut lebih kurang 10 Ketua Majelis, dan disebabkan berbagai kendala yang  dihadapi terutama para pihak yang akan mengajukan gugatannya karena kantor yang tempatnya terpencil maka pimpinan mengajukan usul pemindahan Kantor yang diteruskan oleh Pimpinan Pengadilan Tinggi Agama Medan ke Departemen  Agama Pusat lalu diperoleh proyek pengadaan tanah untuk pertapakan Kantor seluas : 2.400 M2 di Tanjungbalai dengan sertifikat tanah Nomor 7 Tahun tanggal 28 Nopember 1998dan pada Tahun 200 M2 yaitu Dana Dip anggaran 1999/2000 sebesar Rp 136.000.000,- (Seratus tiga puluh enam juta rupiah) dan untuk mobiler sebesar Rp 19.000.000,- (sembilan belas juta rupiah), setelah selesai pembanguan Kantor/Balai sidang tersebut lalu pada tanggal 19 April 2000 diresmikanlah pemakaiannya, dan seluruh kegiatan perkantoran dipindahkan dari kantor yang lama (di Simpang Empat) ke Kantor baru yaitu di Jalan Lintas ke Tanjungbalai kira-kira 200 (dua ratus) meter dari Terminal Kota Tanjungbalai, demikianlah sampai dengan saat sekarang ini. Kantor/Balai sidang yang lama di Simpang Empat dijadikan rumah dinas untuk pimpinan sehubungan belum terjadi pemisahan Pengadilan Agama Kisaran dengan Pengadilan Agama Tanjungbalai Rumah Dinas Pengadilan Agama Tanjungbalai telah ada tetapi karena tempatnya juga di Kisaran yaitu wilayah hukum Pengadilan Agama Kisaran, Rumah dinas tersebut juga diserahkan kepada Pengadilan Agama Kisaran pada tahun 2002.